Makalah Ilmu Sosial Dasar
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara kepulauan
terbesar di dunia ,yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang
81.000 km dan memiliki 5,8 juta km2 laut atau sebesar 70 persen dari luas
keseluruhan Indonesia.Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan
kekayaan dan keanekaragaman sumber daya alam yang dimilkinya,baik sumber daya
yang dapat diperbaruhi maupun sumber daya yang tidak dapat diperbaruhi. Potensi
kelautan Indonesia yang sangat besar dan beragam dapat terlihat dari besarnya
keanekaragaman hayati,potensi budi daya perikanan pantai dan laut serta
pariwisata bahari.Pantai Indonesia merupakan pantai terpanjang setelah Kanada
dan banyaknya pulau-pulau kecil yang indah serta iklim tropis di mana matahari
bersinar sepanjang hari dan potensi kelautan Indonesia yang beragam seperti
ikan hias,terumbu karang dan mangrove menjadi modal sangat besar dalam
pengembangan wisata bahari.Di samping itu ,letak geografis Indonesia yang
merupakan Negara kepulauan dan lintasan kapal laut internasional,menyebabkan
potensi jasa perhubungan laut sangat besar dalam hal peningkatan ekonomi
Indonesia dalam hal ekspor dan impor.Indonesia juga memiliki potensi minyak dan
gas bumi serta mineral lainnya.Selain potensi di atas,masih banyak lagi potensi
kelautan yang dimiliki Indonesia. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia sebagai
wilayah homogen.Wilayah pesisir merupakan wilayah yang banyak didiami penduduk
nelayan khususnya penduduk nelayan pesisir.Dilihat dari aspek potensi sumber
daya perikanan laut,dapat ditafsirkan bahwa penduduk nelayan dapat hidup dengan
sejahtera.Namun,pada kenyataanya penduduk nelayan pesisir masih berada pada
posisi yang paling bawah yang dikenal sebagai masyarakat nelayan
miskin.Oleh,karena itu kami membuat makalah “Potret Kehidupan msyarakat Pesisir
di Indonesia”,untuk membahasnya lebih lanjut.
1.2.Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah
ini ,yaitu :
1.Bagaimana pengetahuan masyarakat nelayan?
2.Bagaimana sikap masyarakat nelayan terhadap
kehidupan modernisme?
3.Bagaimana cara hidup masyarakat pesisir?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.Pengetahuan Masyarakat Nelayan
Sistem pengetahuan masyarakat
berkembang dengan sangat cepat dari waktu ke waktu.Manusia merupakan makhluk
yang unik yang menjadi salah satu bagian dari kajian filsafat,yang menyatakan
bahwa manusia tidak lain merupakan kajian mikro kosmos.Dalam filsafat pembagian
itulah muncul suatu materi yang terbagi dua yaitu esensi dan eksistensi.Dari
hal tersebut ,manusia mencoba memahami dirinya dan kehidupannya
sendiri,kehidupan orang lain dan bagimana ia hidup sebagai individu maupun
masyarakat.Demikianlah pengetahuan manusia berkembang dari pengetahuan yang
sangat sederhana sampai pada perkembangan pengetahuan yang
muktakhir.Perkembangan pengetahuan ini terjadi pula pada masyarakat nelayan.
Sistem pengetahuan kemaritiman dapat digolongkan menjadi tiga golongan yaitu:
pengetahuan pelayaran, pengetahuan kondisi lingkungan dan sumber daya laut, dan
pengetahuan lingkungan sosial budaya. Yang dimana ketiga subsistem pengetahuan
ini berkaitan satu sama lain secara fungsional.
a. Pengetahuan
Pelayaran
Memiliki pengetahuan tentang musim, kondisi cuaca dan suhu , kondisi dasar, dan
tanda-tanda alam lainnya merupakan hal-hal yang mutlak diperlukan dan diketahui
oleh nelayan khususnya. Dengan berbekal pengetahuan tersebut nelayan mampu
menentukan waktu-waktu kegiatan pelayaran yang efektif dan menjamin keselamatan
di Laut. Di Nusantara ini, Masyarakat nelayan memiliki pengetahuan tentang dua
tipe musim yaitu musim barat dan musim timur, yang memiliki pola dan
karakteristik masing-masing, sebagai berikut:
· Musim barat terjadi pada bulan
Desember sampai dengan Juni ditandai
dengan hujan lebat, angin/badai
besar dan arus kuat dari arah barat ke
timur.Pada musim ini kemungkinan untuk melakukan aktifitas
pelayaran sangat kurang.
1
·
Musim timur terjadi pada bulan Juli Desember ditandai dengan
angin dan arus gerak lemah dari timur ke barat. Pada musim ini memberikan
peluang besar bagi nelayan untuk melakukan aktifitasnya secara intensif. Selain
dari kedua musim tersebut Nelayan juga harus mengetahui musim berikut :
Musim
peralihan merupakan peralihan musim barat ke musim timur yang berlangsung
selama kurang lebih tiga bulan yakni bulan Mei sampai dengan Juli.Musim ini
ditandai dengan goncangan ombak kurang menentu yang tak henti-hentinya. Selain musim barat, musim timur, dan musim
peralihan terdapat pula musim yang memungkinkan nelayan untuk menangkap ikan.
Musim ini berlangsung antara bulan Oktober sampai dengan April. Nelayan pulau
Sembilan mengetahui secara pasti waktu-waktu yang tepat untuk menangkap ikan..
Terjadinya perubahan musim, perubahan cuaca dan suhu, kondisi air laut, kondisi
dasar, membawa pengaruh positif dan negatif pada aktivitas pelayaran yang
dilakukan oleh nelayan. Ditinjau dari pengalaman dan warisan pengetahuan, Nelayan
memiliki perangkat-perangkat pengetahuan tentang lokasi-lokasi berbahaya,
seperti selat-selat yang memiliki banyak pusaran air, tempat-tempat yang dihuni
oleh banyak hiu, gurita, dan paus. Nelayan juga memiliki pengetahuan tentang
tempat-tempat keramat yang dihuni oleh hantu-hantu laut, dan juga tempat-tempat
yang aman untuk dilalui dan digunakan sebagai tempat beristirahat. Selain itu,
Nelayan juga memiliki pengetahuan tentang kondisi dasar (dalam, dangkal,
berpasir, berlumpur, berbatu-batu, rata, landai, curam) dan kondisi air laut
(berombak dan berarus). Pengetahuan seperti ini diperlukan bagi pilihan
penggunaan tipe-tipe alat tangkap.
2
b.Pengetahuan tentang Lingkungan dan Sumber Daya Laut
Kategori
Pengetahuan masyarakat maritim
tentang lingkungan dan sumber daya laut berbeda dari satu kelompok ke kelompok
atau komunitas dari satu tempat ke tempat lain. Sebagai contoh, Nelayan
Indonesia yang memiliki klasifikasi pengetahuan lokal seperti berikut :
v Udang laut. Nelayan pengguna
kawasan karang Sulawesi Selatan mengetahui tiga jenis udang/ lobster merupakan
komoditi ekspor andalan, yaitu udang mutiara, udang bamboo, dan udang kipas.
v Teripang. Nelayan pulau Sembilan
mengenal kurang lebih 20 jenis teripang, diantaranya ialah teripang koro,
teripang buang kulit asli, teripang buang kulit biasa, teripang tai kongkong,
teripang batu, teripang tenas, teripang pandang .Sedangkan para pedagang di
Makassar hanya mengetahui kurang lebih 40 jenis teripang.
v
Bagi nelayan pulau Sembilan, berbagai klasifikasi biota liar dan tidak liar,
seperti penyu, hiu, siput (lola, kima, mata tujuh,dll), akar bahar, rotan laut,
dan agar-agar merupakan komoditi tangkapan utama nelayan untuk diekspor sejak
abad ke-16. Walaupun Nelayan memiliki banyak pengetahuan mengenai hal tersebut
namun klasifikasi pengetahuan nelayan lokal masih dinilai sangat minim, hal ini
dikarenakan nelayan hanya perlu memberi nama pada jenis-jenis ikan dan biota
lainnya berdasarkan nilai ekonominya, berbahaya, bermakna simbolik, dan
berfungsi praktis bagi kehidupan masyarakat nelayan. Berbeda dengan pengetahuan
dari komunitas saintis (dosen, mahasiswa, peneliti, pengelola laboratorium,
ahli lingkungan dan pengelola museum) yang mengetahui ratusan bahkan ribuan
jenis ikan dan biota laut lainnya dengan nama/istilah latin. Mereka mengetahui
lokasi dan perkembangbiakan, kondisi populasi dan perilaku biota laut melalui
pendidikan dan penelitian ilmiah.
3
c.Pengetahuan tentang Lingkungan
Sosial
Masyarakat
maritim khususnya nelayan memerlukan dan memiliki pengetahuan tentang
lingkungan sosial di sekelilingnya dengan siapa mereka bertransaksi,
bekerjasama, meminta jasa perlindungan keamanan, atau sebaliknya melakukan
persaingan dan konflik memperebutkan potensi sumber daya dan jasa-jasa laut
Lingkungan sosial masyarakat maritim berdasarkan buku Wawasan Sosial Budaya
Maritim (2011:111) meliputi:
• Para pedagang hasil laut, pengusaha modal,
pasar, industri hasil laut,
tukang perahu, pembuat alat-alat tangkap,
toko bahan pembuatan alat
tangkap dan alat-alat pertukangan serta bahan perlengkapan dan
perbekalan ke laut.
• Kelompok-kelompok nelayan penyaing yang
mengusahakan hasil laut
yang sama. Penggunaan tipe teknologi tangkap lain, kelas usaha
perikanan yang lebih tinggi dan dominan,petambak dan
pembudidaya
laut, yang berasal dari daerah dan suku bangsa yang berlainan atau
sama.
• Pihak pemerintah dari instansi terkait, aparat keamanan laut, peneliti.
Pemerhati lingkungan laut, LSM, lembaga donor, pelayar,
petambang,
industri pariwisata, seniman, dan ragawan laut, pencari harta karun,
dan sebagainya. Pengetahuan mengenai hal-hal tersebut
dapat
digunakan sebagai bahan acuan dalam
menentukan
sikap
dan
membuat suatu keputusan.
4
2.2.Sikap Masyarakat Nelayan Terhadap
Kehidupan
Modernisme Manusia pada dasarnya merupakan makhluk social
yang tak lepas dari lingkungannya. Saling ketergantungan antar makhluk hidup
yang lain dibutuhkan dalam hidupnya untuk selalu berkembang. Setiap masyarakat
menginginkan perubahan dari keadaan tertentu ke arah yang lebih baik dengan
harapan hidupnya akan maju dan makmur. Keinginan akan adanya perubahan itulah
lahirlah sebuah proses modernisasi.Secara historis, modernisasi merupakan suatu
proses perubahan yang menuju pada tipe sistem-sistem sosial , ekonomi, dan
politik yang telah berkembang di Eropa Barat dan Amerika Utara pada abad ke-17
sampai abad ke-19. Menurut Soekanto ( 1977), modernisasi adalah sebuah bentuk
perubahan sosial yang terarah (directed change) yang didasarkan pada suatu
perencanaan (intended/planned changel social planing). Dalam masyarakat,
modernisasi adalah suatu perubahan, dimana masyarakat modern membutuhkan
spesialisasi fungsi yang memerlukan pendidikan dan pelatihan.Dampak dari adanya
modernisasi adalah munculnya disorganisasi dan reorganisasi dalam kehidupan
masyarakat akibat norma-norma dan nilai-nilai yang ada mulai memudar dan di
gantikan dengan pembentukan norma-norma atau nilai-nilai baru untuk penyesuaian
diri dengan perubahan yang terjadi .Pengaruh modernisasi juga terjadi pada
masyarakat nelayan. Dalam masyarakat nelayan terdapat dua sikap dalam
menghadapi modernisme, yaitu :
1.Sikap tidak merima pengaruh
modernisme.
Contohnya : Pada masyarakat Suku
Bajo yang dalam menempatkan orang
membaginya ke dalam dua kelompok,
yaitu Sama‘ dan Bagai. sama
adalah
sebutan bagi mereka yang
masih
termasuk
ke
dalam suku
Bajo sementara Bagai adalah suku di luar Bajo. Penggolongan tersebut
telah memperlihatkan kehati-hatian
dari suku Bajo untuk menerima orang
baru.
5
Mereka tidak mudah percaya terhadap
pendatang baru. Suku Bajo juga menggunakan sampan sebagai tempat berkegiatan
ekonomi, kerajinan kain tenun tradisional juga menjadi kegiatan tak terpisahkan
dari kaum ibu di Wakatobi .Kain-kain seperti ledja dan kasopa ditenun dengan
alat-alat tradisional dengan motif yang khas. Suku Bajo lebih percaya kepada
kearifan lokal daripada berbagai instrumen modernitas yang masih berkembang di
luar kebudayaan laut sukunya.
2.Sikap menerima pengaruh modernisme
Contonhya
: Pada masyarakat suku Bajo,yang dikenal sebagai suku yang hidup di perahu atau
suku nomaden laut.Pada abad 21 sekarang ini dengan adanya perkembangan
teknologi dan informasi atau globalisasi menyebabkan banyak dari Suku Bajo yang
sudah tidak bermukim di atas perahu dan dan hidup pada samudera lepas,Hal ini
membuktikan bahwa secara tidak langsung Suku Bajo menerima pengaruh
modernisme.Namun,hal ini menyebabkan jumlah penduduk Suku Bajo berkurang
drastis. Modernisasi dalam masyarakat pada umumnya memiliki dampak yang
berbeda-beda tergantung bagaimana masyarakat khususnya nelayan pesisir bersikap
dan menilainya.
6
2.3.Cara
Hidup Masyarakat Pesisir
Masyarakat Maritim khusunya
masyarakat pesisir hidup hampir sama dengan masyarakat yang hidup di wilayah
daratan .Namun,masyarakat pesisir berorientasi pada laut.Hampir sebagian besar
atau sepenuhnya mereka menggantungkan kehidupan ekonominya pada pemanfaatan
sumber daya laut atau jasa laut.Masyarakat pesisir khususnya nelayan,merupakan
kesatuan sosial yang sekali menggeluti pekerjaannya akan membentuk suatu
hubungan menyatu dengan lingkungan alam laut yang dimanfaatkannya dan tidak
mudah meninggalkannya untuk bergeser ke dunia kehidupan di darat.Selain itu
masyarakat pesisir memilki kebudayaan yang berbeda.Berikut sistem kebudayaan masyarakat pesisir.
2.4.Sisitem
Religi dan Keyakinan
Dalam banyak kebudayaan di dunia,kepercayaan
atau keyakinan merupakan salah satu unsur penting dan mendasar dalam kehidupan
masyarakat manusia.Kepercayaan mengenai keyakinan akan adanya sesuatu yang
mengatur dan mengendalikan hidup dan kehidupan manusia.Pada esensinya ,unsur
religi merupakan satu unsure kebudayaan yang berfungsi sebagai pemenuhan
kebutuhan manusia akan hubungan atau kesatuan dengan Tuhan Yang Maha
Kuasa.Dengan demikian,agama dapat dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan
masyarakat manusia untuk selamat dunia dan akhirat. Namun,pada masyarakat
pesisir ,agama lebih difungsikan sebagai urusan dunia yang pragmatis daripada
penggunaanya secara ideal,yakni sebagai mekanisme pemecahan persoalan-persoalan
lingkungan fisik dan sosial ekonomi yang dihadapi di laut sehari-hari.Sama
halnya dengan kepercayaan pada ilmu mejik dan praktik sihir yang digunakan oleh
masyarakat nelayan untuk memecahkan berbagai masalah yang tidak dapat diatasi
dengan akal sehat dan praktik biasa.Contohnya:
1. Suku Bajo
Walaupun Suku bajo beragama Islam,
namun mereka masih hidup dalam dimensi leluhur. Budaya mantera mantera, sesajen
serta kepercayaan roh jahat masih mendominasi kehidupan mereka.
7
Peran dukun masih diperlukan untuk menyembuhkan penyakit
serta untuk menolak bala atau memberikan ilmu- ilmu.Orang Bajo juga sangat
mempercayai setan - setan yang berada di lingkungan sekitarnya. Masyarakat Suku Bajo percaya pantangan-
pantangan larangan meminta sesuatu kepada tetangga seperti minyak tanah, garam,
air atau apapun setelah magrib. Mereka juga percaya dengan upacara tebus jiwa.
Melempar sesajen ayam ke laut. Artinya kehidupan pasangan itu telah dipindahkan
ke binatang sesaji. Ini misalnya dilakukan oleh pemuda yang ingin menikahi
perempuan yang lebih tinggi status sosialnya.
2.Nelayan Bugis
Makassar
dan Madura memiliki ritual berupa doa dan penyembahan sesaji untuk menghadapi
dan melawan seperti : rintangan arus dan ombak besar yang diarunginya ,dalamnya
laut yang diselami untuk mencari teripang,berbahaya dan angkernya tempat yang
kaya sumber dayanya dan ancaman raksasa laut (gurita,hiu,dan paus).
3. Provinsi Nusa TengggaraTimur
Bito
Berue Salah satu system kepercayaan sebelum menggunakan sampan dengan cara
mengambil jengger ayam lalu memotongnya dan darahnya diusapkan disekeliling
sampan baru sebelum melaut untuk menolak bala . Dengan adanya system
kepercayaan maka akan tercipta suatu hubungan yang harmonis antara nelayan
dalam semangat gotong royong,tidak saling bersaing antara nelayan dan tidak
saling mencuri peralatan tangkapan antar nelatan.
- Misa Arwah Salah satu kegaiatan yang
dilakukan menurut agama
katolik untuk mendoakan arwah leluhur yang
telah meninggal dilaut.
- Tena Fulle Merupakan salah satu upacara adat
yang dilakukan sebelum
melaut pertama kali dengan member makan arwah leluhur di pinggir
pantai. Hal ini dilakukan agar hasil
tangkapan mereka banyak.
8
Namun, walaupun demikian masyarakat nelayan
di desa tersebut sangat patuh dengan aturan tetua adatnya yakni tidak boleh
menangkap dalam jumlah banyak.Karena jika mereka mengmabil jumlah tangkapan
yang banyak mereka percaya akan membawa bencana pada mereka. Pada dasarnya
ritual yang dilakukan masyarakat pesisir memiliki tiga aspek penting,yakni :
- Sebagai media untuk memohon rezeki
- Sebagai media perlindungan atau
tolak bala
- Sebagai media untuk bersyukur.
Pengetahuan
dan keterampilan masyarakat nelayan dalam mengelola hasil tangkapan Pengetahuan
dan keterampilan nelayan di dunia dapat dibagi dalam dua ciri,yakni local
tradisional dan sains modern.Pengetahuan dan keterampilan lokal tradisional
bersumber rekayasa masyarakat nelayan setempat atau dari luar yang telah bertahan lama dan digunakan secara turun temurun.Ciri pengetahuan lokal tradisonal banyak digunakan pada masyarakat maritime di Negara-negara berkembang khususnya Indonesia. Pengetahuan yang masih menggunakan konsep lokal tradisonal terlihat pada pada proses pengawetan hasil
tangkapan laut. Di Indonesia pada masa lalu menggunakan teknik-teknik pengawetan tradisional seperti :
Pengeringan, Pengasapan, Penggaraman, Dan lain-lain Proses Pengawetan
yang sangat tradisional ini membuat
nelayan mengalami persoalan berupa :
- Nelayan
cenderung mengurangi volume tangkapannya ,sebab walaupun
hasil tangkapan melimpah namun nilai
tukarnya belum tentu meningkat
karena terancam pembusukan.
Hal ini
juga membuat para nelayan
terburu-buru menjual tangkapannya tanpa memperhatikan
penurunan
harga yang cukup signifikan karena takut menanggung kerugian besar
akibat hasil pembusukan.
9
-
Masyarakat
konsumen sulit mencapai ikan dan hasil laut yang segar
karena
jarak antara pedalaman dan pantai jauh. Seiring dengan perkembangan teknologi
,pengawetan modern dengan menggunakan es yang didatangkan dari kota-kota besar
telah digunakan oleh masyarakat nelayan.Namun,pada kenyataannya hal tersebut
tidak membuat tingkat perekonomian masyarakat pesisir di Indonesia
meningkat.Masyarakat pesisir Indonesia masih tetap identik dengan kemisikinan.
Beberapa kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan harkat dan taraf hidup
nelayan berdasarkan buku Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu
(2001:129) meliputi:
1. Mendorong usaha peningkatan hasil tangkapan nelayan kecil
melalui
penyediaan wilayah penangkapan yang bebas
dari
persaingan
dengan menggunakan kapal
penangkap
ikan
yang
berteknologi
canggih.
2. Meningkatkan produksi usaha nelayan kecil
dan membina industri
kecil pengolahan hasil laut.
3. Penyempurnaan pola hubungan kerja antara KUD dan nelayan
dengan pengusaha dalam rangka meningkatkan keandalan sistem
distribusi.
4.
Megembangkan sentra
produksi
perikanan dalam upaya
meningkatkan produktivitas dan peran
serta masyarakat desa pantai.
5. Meningkatkan
kesejahteraan dan kemampuan masyarakat desa
pantai melalui pemantapan organisasi dan
pemerintahan desa
pantai, pengembangam prasarana social untuk menggerakkan
kehidupan ekonomi, dan pencairan alternative kesempatan kerja di
musim paceklik.
10
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
1. Sistem pengetahuan kemaritiman dapat digolongkan
menjadi tiga
golongan
yaitu: pengetahuan pelayaran, pengetahuan kondisi lingkungan dan sumber daya
laut, dan pengetahuan lingkungan sosial budaya. Yang dimana ketiga subsistem pengetahuan
ini berkaitan satu sama lain secara fungsional.
2. Dalam masyarakat nelayan terdapat dua sikap
dalam menghadapi
modernisme, yaitu :
- Sikap tidak merima pengaruh
modernisme
- Sikap menerima pengaruh modernisme
Modernisasi dalam masyarakat
Pada
umumnya memiliki dampak yang berbeda-beda tergantung
bagaimana masyarakat khususnya nelayan
pesisir bersikap dan
menilainya.
3.Cara hidup masyarakat pesisir didasarkan pada ritual yang diyakininya.
Pada dasarnya ritual yang dilakukan masyarakat pesisir memiliki tiga
aspek penting,yakni :
- Sebagai media untuk memohon rezeki
- Sebagai media perlindungan atau tolak bala
- Sebagai media untuk bersyukur
B.Saran
1. Perlunya penelitian lebih lanjut mengenai masyarakat pesisir khususnya
kehidupan mereka ditengah pengaruh modernisme.
2.Peran pemerintah,
masyarakat sangat dibutuhkan dalam membantu
masyarakat pesisir Indonesia terlepas dari garis kemiskinan.
11
DAFTAR PUSTAKA
http://rosaliaamatius.blogspot.in/2013/04/makalah- potret-kehidupan-masyarakat.html
12
Comments
Post a Comment